MODEL KOMUNIKASI ANTARETNIK DI PERBATASAN (Studi kasus Etnik Iban dan Melayu di Badau)

Ibrahim Ibrahim

Abstract


In recent decades, the issue of ethnicity is an issue of lively chatter, especially regarding issues of social relations and conflicts often occur in many areas of the country, not least in West Kalimantan. In the interior of Kapuas Hulu, precisely in Badau, a form of ethnic communities can coexist in peace and harmony, namely ethnic Iban and Malays. Social history shows that there has been significant conflict between the two ethnics. It seemed to be an exception to some cases of ethnic conflict in the social history in West Kalimantan. Field research is found several factors that the reason for the establishment of good communication and harmonious inter-ethnic Iban and Malays in Badau. In the political aspect showed as shape of togetherness and good political cooperation in the form of "power sharing". In the aspect of social perceptions of his form a positive view of inter-ethnic. In terms of the reality of cultural values and acculturative accommodating culture of mutual understanding, respect and complement each other. In the experience of social interaction is also a manifestation of the form of social relations based on the spirit of togetherness, tolerance and mutual support the creation of a model of communication and relationships of peace and harmony among ethnic Iban and Malays in Badau.

[Dalam beberapa dekade terakhir, persoalan etnik menjadi isu yang ramai dibincangkan, terutama menyangkut permasalahan hubungan sosial dan konflik yang kerap terjadi di banyak wilayah di tanah air, tak terkecuali di Kalimantan Barat. Di pedalaman Kapuas Hulu, tepatnya di Badau, wujud masyarakat etnik yang dapat hidup berdampingan dalam damai dan harmonis, yakni etnik Iban dan etnik Melayu. Sejarah sosial menunjukkan bahwa tidak pernah terjadi konflik yang berarti di antara kedua etnik tersebut. Hal ini seakan menjadi pengecualian terhadap beberapa kasus konflik etnik dalam sejarah sosial di Kalimantan Barat. Kajian di lapangan mendapati beberapa faktor yang menjadi alasan terbangunnya komunikasi yang baik dan harmonis antar etnik Iban dan Melayu di Badau. Dari aspek politik misalnya wujud kebersamaan dan kerjasama politik yang baik dalam bentuk ”sharing power”. Dari aspek persepsi sosial wujudnya pandangan yang positif antar etnik. Dari sisi budaya wujudnya nilai-nilai akomodatif dan akulturatif budaya yang saling memahami, menghargai dan mengisi satu sama lain. Dari sisi pengalaman interaksi sosial juga wujud satu bentuk hubungan sosial yang dilandasi pada semangat kebersamaan, toleransi dan saling mendukung terciptanya satu model komunikasi dan hubungan sosial yang damai dan harmonis antar etnik Iban dan Melayu di Badau]

Kata kunci: Komunikasi, hubungan sosial, etnik, harmonisasi.

Full Text:

PDF

References


Ade Ibrahim. (2015). Kisah Tujuh Kerajaandan Cerita Rakyat Kapuas Hulu. Pontianak: PD Mulyatama.

Alatas, Syed Hussien. (1977). The Myth of the Lazy Native. Singapore: Universiti of Singapore.

Enthoven, J.J.K. (1903). Borneo Wester-Afdeeling, Leiden, Boekhandel En Drukkerij voorheen E.J.Brill, Deel I.

Gerlach, L.W.C. (1981). Reis Naar Het Meergebied Van Den Kapoeas in Borneoes Westerafdeeling.

Grinten, H.V.D. (1866). Borneo: Een Bezoek op Dat Eiland. Bibliotheek Leiden: Nagelaten Handschrift. R. Univ.

Haitami Salim. (2011). Hubungan Islam dengan Budaya Tempatan: Suatu Analisis terhadap Amalan Upacara Adat Melayu Pontianak. Disertasi di ATMA, UKM.

Ibrahim. (2007). Penggunaan Bahasa Iban di Badau. Dalam Chong Shin & Collins, Bahasa dan Masyarakat Ibanik di Borneo, ATMA UKM Press; Bangi, Kuala Lumpur.

Ibrahim. (2008). Komunikasi Antarsuku di Badau: satu Kajian Awal. Jurnal Al-Hikmah, Jurusan Dakwah STAIN Pontianak: Vol. 2, edidi 1 Jun 2008. Hal : 92-106.

Ibrahim. (2010). Komuniti Iban dan Melayu di Badau: Satu Tinjauan dari Aspek Bilingualisme. Makalah yang diterbitkan dalam Jurnal Bahasa Dewan Bahasa dan Pustaka Negara Brunei Darussalam, Edisi Mai-Ogos Bil. 20. h 1-11.

Ibrahim. (2012). Ethnic Relations in the City of Pontianak: A Study of Inter-ethnic Relation at Gang Damai, Kota Baru, Pontianak. AL-ALBAB, Borneo Journal of Relegious Studies. Vol. 1 No. 1. h 93-107

Ibrahim. (2013a). Hubungan penutur bahasa-bahasa Melayik: Kes Suku Iban dan Melayu di Badau, Pulau Borneo. Disertasi ATMA, Universiti Kebangsaan Malaysia.

Ibrahim. (2013b). Hubungan Etnik di Badau.Makalah yang disampaikan dalam Konferensi Antar Universiti se-Borneo Kalimantan (KABOKA) ke 7 di Universiti Sarawak Malaysia, 19-21 November 2013.

Littlejohn, Stephen W & Foss, Karen A. (2009). Teori Komunikasi, edisi 9 (alih bahasa oleh M. Yusuf Hamdan). Jakarta: Salemba Humanika.

Liliweri, Alo. (2003). Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. Jogjakarta: LKiS

Mohd Aris Haji Othman. (1985). Identiti Etnik Melayu. Petaling Jaya: Fajar Bakti

Mulyana, Dedy. (2001). KomunikaiAntarbudaya. Bandung: Rosda Karya

Mulyana, Dedy dan Rahmat, Jalaludin. (2001). Komunikasi Antarbudaya. Bandung: Rosda Karya

Pelly, Usman. (1989). Hubungan Antar Kelompok Etnis: Beberapa Kerangka Teoritis dalam Kasus Kota Medan. Dalam Interaksi Antarsuku Bangsa dalam Masyarakat Majemuk. Jakarta: Departemen P & K.

Riwut. Tjilik. (1979). Kalimantan Membangun, Pontianak: Palangkaraya.

Sanusi. (1989). Pemukiman sebagai salah satu Sarana Komunikasi antarsuku Bangsa dan Pembauran. Dalam Interaksi antarsuku Bangsa dalam Masyarakat Majemuk. Jakarta: Departemen P & K.

Shamsul Amri Baharudin (ed.), (2007). Modul Hubungan Etnik. Kuala lumpur: Kementerian Pengajian Tinggi Malaysia.

Syed Husen Ali. (2008). Ethnic Relation in Malaysia: Harmony & Conflict. Selangor: SIRD.

Tenas Effendy. (2006). Tunjuk Ajar Melayu. Jogjakarta: Adicita Karya Nusa.

Wadley, Reed L. (1997). Circular Labor Migrations and Subsistence Agriculture: A Case of the Iban in West Kalimantan, Indonesia. Disertation Doctor of Philosophy Arizona State Universiti.

Wadley, Reed L. (2001). Frontiers of Death: Iban Expansion and Inter-Ethnic Relations in West Borneo. http://www/iias.nl/iiasn/24/theme/24T10.html , akses 2 Oktober 2007.




DOI: https://doi.org/10.24260/al-hikmah.v13i1.1328

DOI (PDF): https://doi.org/10.24260/al-hikmah.v13i1.1328.g692

Article Metrics

Abstract view : 1237 times
PDF - 859 times

Article Metrics

Abstract view : 1237 times
PDF - 859 times

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2019 Al-Hikmah

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.

Creative Commons License
Al-Hikmah by http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/alhikmah is licensed under a
Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.